Oleh: Aleksander Mangoting
Pembangunan yang dilaksanakan selama ini di Indonesia, tidak merata secara khusus daerah yang cukup jauh dari kota. Hal ini disebabkan karena masalah transportasi yang amat sulit. Ada lokasi (daerah) yang hingga awal abad XXI ini belum dapat dijangkau dengan kendaraan umum. Bahkan hanya dapat dicapai dengan jalan kaki hingga berhari-hari. Hal ini juga menyebabkan ekonomi warga masyarakat juga tidak memadai. Bahkan dapat dikatakan terkebelakang.
Persoalan yang dihadapi di desa-desa terpencil adalah soal pembangunan dan usaha-usaha untuk mendorong mereka mengubah pola pikir dan pola usaha dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk itu diperlukan sebuah gerakan untuk menolong diri mereka agar mampu memenuhi (atau paling tidak meningkatkan ekonomi mereka). Hal yang perlu adalah sebuah alat peraga dan tenaga yang akan memotivasi mereka, atau dengan kata lain seorang yang memotivasi mereka dengan meyiapkan alat peraga.
Selain itu, pendekatan yang dilakukan selama ini adalah pendekatan dari atas ke bawah. Lewat survey ini diharapkan pembangunan ke depan diarahkan kepada bentuk pendekatan pada kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat yang beranggotakan 20-30 orang. Pola pendekatan ini disebut mendekatan model organisasi masyarakat (Community Organization – COr).
Berawal dari pertemuan
Dalam sebuah pertemuan dengan sejumlah aktifis pemuda gereja, masalah yang sangat gencar dibicarakan adalah soal begitu banyaknya pemuda yang menganggur dan juga soal pembangunan yang tidak merata secara khusus di pedesaan kita. Percakapan ini berlangsung terus dari waktu ke waktu, seakan tak pernah putus. Sesudah itu, juga dalam pertemuan dengan sejumlah fungsionaris gereja, percakapan mengenai ketertinggalan sejumlah daerah pedesaan juga menjadi hangat. Dan pertemuan ketiga yang pokok percakapan mengenai ketertinggalan pedesaan mencuat kembali dalam pertemuan dengan sejumlah kalangan LSM dimana penulis hadir sebagai peserta yang berasal dari Tana Toraja.
Dalam tiga kali pertemuan yang penulis hadiri, memang percakapan antara pemuda, pengangguran dan pembangunan pedesaan yang tertinggal sangat mewarnai percakapan. Hanya saja, sering, langkah strategis, efektif dan juga langkah konkrit di lapangan sering dirasakan kurang.
Dalam kerangka demikian, diperlukan peranana kepeloporan dalam berperan aktif membangun pedesaan berdasarkan potensi yang ada. Jangan seseorang mau datang membangun sebuah desa atau daerah menurut pola pikir dan kemauannya, tetapi pedesaan itu dibangun sesuai dengan potensi dan keinginan masyarakatnya. Kalau tidak, maka rencana dan program pembangunan pedesaan akan terpisah dari masyarakatnya. Artinya, masyarakat merasakan bahwa pembangunan itu sebagai sebuah yang “asing” dan itu bukan milik mereka, sehingga itu merupakan barang asing.
Dalam perencanaan pembangunan, jangan membangun ketergantungan, tetapi berdayakanlah masyarakatnya. Artinya, hendaknya pembangunan itu dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat itu sendiri.
Butuh alat peraga
Salah satu persoalan dalam pembangunan masyarakat pedesaan adalah mereka butuh contoh konkrit, sehingga dalam pembangunan mereka mau melihat bukti dahulu, baru mau melakukan. Untuk itu, dalam pembangunan diperlukan contoh (alat peraga). Jadi pembangunan hendaknya dilakukan dengan bentuk sentra-sentra dan setiap sentra dibuat demplot (percontohan) selain memberikan pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat.
Program pengembangan pedesaan hendaknya itu dari, oleh dan untuk masyarakat di desa (daerah tersebut) tersebut. Untuk itu, pihak luar hanyalah sebagai “pembuka kaca mata” agar masyarakat dapat melihat keluar. Jadi yang hendak mengambil peran secara aktif adalah masyarakatg itu sendiri.Jadi orang luar hanya membuka jalan, memotivasi masyarakat untuk dapat melihat persoalan yang mereka hadapi dan juga untuk keluar dari persoalan tersebut.
Dalam rangka membangun pedesaan maka diperlukan untuk mengadakan survei ke lokasi-lokasi yang akan dijadikan lokasi pengembangan. Lokasi yang akan dijadikan semacam sentra pengembangan (demplot = percontohan) akan disepakati dengan masyarakat setempat berdasarkan kondisi masyarakat setempat.
Demplot atauj percontohan ini diharapkan akan menjadi “alat peraga” dalam pembangunan di sekitar lokasi tersebut.
LOKASI YANG AKAN DISURVEI
Tahun 2006 (Agustus - Desember 2006) berencana akan mengadakan survei lapangan untuk empat daerah terpencil yaitu: Seko
Seko
Survei ke Seko dirangkaian dengan pembinaan untuk beberapa kelompok masyarakat (Kelompok tani dan warga jemaat). Seko merupakan salah satu daerah (Kecamatan) dari Kabupaten Luwu Utara yang dapat ditempuh dengan dua cara yaitu: jalan kaki dari Sabbang selama 2-3 hari, naik ojek dari Sabbang dengan biaya Rp. 350.000,- dan naik pesawat dari Masamba dengan biaya Rp. 150.000,- (tetapi harus dipesan sebulan sebelumnya) kemudian naik ojek ke lokasi yang akan dituju.
Seko terletak di bagian barat Sabbang dengan melewati hutan dengan jarak sekitar 70 km. dan terletak di atas gunung.
Simbuang
Simbuang merupakan salah satu daerah terpencil yang letaknya dibagian barat dari Tana Toraja. Dapat dijangkau dengan naik motor melewati Polewali – Simbuang atau lewat dari arah Timur Simbuang.
Kalumpang
Kalumpang merupakan salah satu daerah terpencil yang letaknya dibagian barat daya dari Tana Toraja, yang dahulu masuk Sulawesi Selatan tetapi sekarang masuk dalam wilayah Sulawesi Barat. Daerah ini dapat ditempuh selama 6 jam naik motor dari Mamuju ke arah Timur naik ke gunung. Daerah ini merupakan pusat kekristenan di Sulawesi Barat tetapi sangat tertinggal dan juga terpencil. Di Kalumpang inilah berdiri kantor Sinode Gereja Kristen Sulawesi Barat.
Rongkong
sekitar 60 km dari Sabbang arah Barat. Dapat ditempuh dengan naik motor atau naik ojek/motor dari Sabbang selama 5-6 jam dengan jalan seadanya pada musim kemarau dan pada musim hujan sering tidak dapat dilalui motor, terutama pada 20 km sebelum tiba di lokasi. Selain itu dapat juga dicapakai dengan naik truk dari Sabbang.
Selain itu, tahun depan (2007) akan disurvei lagi daerah seperti: Bittuang, Masanda, dan sejumlah daerah lainnya. Ini semua tentu memerlukan komitmen dalam turut membantu saudara-saudara kita yang berada jauh di pedalaman. Siapakah yang akan peduli?.
Menyiapkan tenaga
Dalam rangka mewujdukan harapan di atas, maka perlu tenaga secara khusus tenaga motivator di setiap daerah (desa/pedalaman) yang dimaksud. Tenaga disiapkan dalam bentuk pelatihan, magang dan D3 untuk skill yang dibutuhkan di sebuah desa/kampung/pedalaman. Tenaga sudah ada sebagian seperti di Seko, Toraja, sedangkan untuk Rongkong, Kalumpang, sebagian Toraja akan menyelesaikan pendidikannya satu dua tahun ke depan (2007-2008) dan juga masih sedang dipersiapakan beberapa orang untuk magang, pelatihan tahun depan serta untuk D3.
Butuh dukungan
Dalam rangka melaksanakan usaha percontohan dan pembinaan di lapangan, maka dibutukan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari masyarakat, perseorangan, lembaga dan mitra lainnya yang berminat untuk pelayanan seperti dimasudkan di atas. Tanpa dukungan, maka ide ini tidak akan mungkin terlaksana.
Rencana Pengembangan:
Rencana yang akan dikembangkan di daerah tersebut diatas adalah Pembinaan pola pikir (pembinaan masyarakat/warga jemaat) tentang ekonomi pedesaan, masalah pembangunan secara khusus desa, pengembangan kebun coklat, perpustakaan desa, tanaman sayur-mayur, ternak babi (percontohan) dan tanaman keras lainnya sesuai hasil survey di lapangan. Untuk itu dibutuhkan survei lapangan untuk mendapatkan gambaran umum dan juga program apa yang hendaknya kita lakukan di sebuah daerah (desa).
Bagi pembaca sekalian yang ingin memberikan tanggapan, pendapat, masukan, saran, kritikan, dapat menghubungi penulis: aleksander_mangoting@yahoo.com, hp. 081342493774 atau melalui surat ditujukan kepada Aleksander Mangoting, Kantor BPS Gereja Toraja Jl. A. Yani 45 Rantepao 91831 Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
“Tuhan akan senantiasa memberkati setiap orang yang senantiasa berserah kepada-Nya”
Senin, 11 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar