Senin, 11 Februari 2008

Meko Blessing !!!

Pengantar penulis:
Sesudah mendengarkan mengenai peristiwa Meko, maka bahana mengadakan berbagai diskusi dengan beberapa tokoh Gereja mengenai fenomena ini. Awalnya memang ragu, tapi akhirnya mengambil kesimpulan untuk melihat dan mengalami langsung peristiwa tersebut. Akhrinya pada tanggal 15 Mei berangkat ke Meko, bersama keluarga (Lenny Bipa Mandaso’ - istri dan kedua anak yaitu: Allen Mangoting tiga tahun lebih dan Charisma Mangoting umur emp[at bulan), dan 20 orang lainnya memakai mobil truk.
Bahana memilih naik truk untuk memberikan kesempatan kepada istri dan kedua anak tercinta mengalami peristiwa tersebut, karena kalau naik mobil strandar maka hanya penulis yang dapat berangkat.

Catatan:
1. Dilarang mengambil foto di lokasi dan siapapun yang melihat pasti akan menegur kita.
2. Diminta untuk tidak memplublikasikan gambar-gambar kejadian di lokasi, seperti yang mengalami kesembuhan.

Poso butuh rekonsiliasi
Masyarakat Poso dan sekitarnya, Sulawesi Tengah, dalam kondisi sekarang ini sangat membutuhkan rekonsiliasi untuk mengakhiri kekerasan yang berlangsung sejak 1998. Walaupun kondisinya sudah mulai membaik, tetapi sampai sekarang masih ada dendam, trauma dan pengajaran agama yang diduga salah.
Direktur Internasional Cricis Group Indonesia Sydney Jones dalam sebuah diskusi Radio di Jakarta Jumat (13/4) mengakui, sebaiknya keadaan Poso terutama setelah bentrokan pada 22 Januari 2007. Menurut Jones yang dibutuhkan sekarang adalah bagaimana membangun kepercayaan masyarakat akan pihak keamanan karena hingga kini masih cukup banyak masyarakat yang tidak mau melaporkan ke pihak kepolisian. Demikian terungkap dalam Kompas 14 April 2007 hal 4.
Jadi Poso sangat membutuhkan rekonsiliasi masyarakat agar dapat memulai hidup baru untuk merajut lagi kehidupan yang lebih baik, lebih toleran tanpa kecurigaan karena perbedaan Suku Agama Ras, budaya dan berbagai perbedaan yang ada, tetapi menjadikan perbedaan itu sebagai sebuah kekayaan yang harus dipelihara.

Awal mula mujizat
Hingga kini mungkin sudah ratusan ribu orang yang sudah berduyun-duyun mengunjungi Desa Meko untuk mendapatkan kesembuhan secara jasmani dan rohani. Tetapi kabar ialah kehebatan seorang anak kecil menyembuhkan berbagai penyakit. Hebatnya, Selvin Bungge yang kini dijuluki “dokter kecil” menyembuhkan lewat Doa Bapa Kami diiringi lagu: “Allah kuasa melakukan segala perkara”. Orang menyakini bahwa penyembuhan yang dilakukan “dokter kecil” karena diakuinya sebagai kekuatan dari Tuhan Yesus.
Peristiwa mujizat di Meko ini mulai terjadi sejak tanggal 6 Januari 2007 lalu, demikian pernyataan Pdt. Rinaldi Damanik, S.Th dalam berbagai kesempatan. Saat itu pada malam hari sekitar jam 22.30 wita, di rumah mereka yang sangat sederhana di belakang kantor camat Pamona Barat, Selvin sedang memijat kaki ibunya yang menderita penyakit rematik akut. Tiba-tiba keesokan harinya, ibunya merasakan kakinya tidak sakit lagi. Ibu Selvin merasa sangat sehat. Hal ini kemudian ditanyakan ibunya kepada Selvin.
Selvin kemudian menceriterakan kepada ibunya tentang pengalamannya mengalami sebuah peristiwa ajaib. Menurut Selvin, pada malam hari melihat cahaya terang di kamarnya. Dalam cahaya itu ada gambar wujud Tuhan Yesus dan seorang malaikat. Tiba-tiba Selvin mendengar sebuah suara yang mengatakan: “Saya akan memberikanmu banyak . .. Selvin yang tidak mengerti suara itu lantas menjawab: berapa? 5000?. Suara itu kembali terdengar. Tidak, justru lebih banyak lagi. Tapi harus kau bagikan kepada semua orang. Namun keluargamu harus benar-benar patuh kepada perintah Tuhan. Seketika itu wujud tersebut hilang dari pandangan Selvin.

Dokter kecil dan bidan
Selvin yang adalah anak sekolah minggu Gereja Kristen Sulawesi Tengah kelompok kebaktian El Shaday Meko, dalam kesehariannya rajin membaca Alktiab dan berdoa. Ibunya adalah seorang guru SD dan ayahnya penilik Sekolah. Kelompok Kebaktian El Shaday hanya mempunyai 8 kk anggota yang berada di dipinggiran Danau Poso dan gedung gerejanya masih sangat sederhana.
Istilah yang dipakai untuk menyebut Selvin adalah “dokter kecil” dan ibunya disebut “ibu bidan”. Dan istilah inilah yang dipakai untuk menyebut Selvin sebagai “dokter kecil” dan ibunya sebagai “bidan”. Hal ini disebabkan karena Selvin lah yang mendapat Anugerah dari Tuhan untuk “menyembuhkan” (jasmani dan rohani). Ibunya dikatakan bidan karena dia dapat bekerja kalau mendapat petunjuk dari sang “dokter kecil”.

Awan kemuliaan Allah di atas Meko
Selvin Bungge, anak perempuan 8 tahun di Meko, Pamona Selatan di tepi Danau Poso dipakai (alat) Tuhan luar biasa. Sejak 6 Januari 2007 sampai Bahana mengunjungi Meko sudah puluhan ribu (dan mungkin ratusan ribu, karena pada hari kenaikan (17 Mei 2007) saja diperkirakan mendekati seratus ribu pengunjung. Jadi sejak Maret setiap minggu ribuan bahkan mulai April 2007 setiap minggu puluhan ribu orang yang datang memenuhi lapangan di Meko (depan kantor camat Pamona Barat), halaman rumah dan rumah-rumah penduduk sekitar lapangan di Meko. Orang yang datang disebuhkan dalam doa dalam nama Yesus. Berbagai pejabat datang ke sana, itu terlihat dari mobil yang diparkir setiap minggu. Dan khusus pada tanggal 17 Mei 2007 terlihat banyak mobil plat merah baik asal Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan ditambah lagi mobil mewah yang tidak mungkin dapat dihitung.
Didepan tempat ibadah (halaman rumah Selvin) terlihat kacamata, tongkat, kursi roda dan lain-lain kini menumpuk ditinggalkan pemiliknya karena sudah disembuhkan. Kepada setiap orang yang datang, Selvin dan mamanya menekankan tentang pertobatan dan untuk kesembuhan perlu yakin/percaya kepada Tuhan Yesus dan dialah yang menyembuhkan baik jasmani maupun luka-luka rohani (kepahitan-kepahitan).

Jangan kultuskan
Fenomena Meko yang mulai pada tanggal 6 Januri 2007 oleh seorang anak yang bernama Selvin anak berusia 8 tahun yang duduk di kelas 2 SD. Informasi ini dari mulut ke mulut. Banyak saudara-saudara Muslim yang datang untuk mendapatkan anugerah kesembuhan. Tidak ada proses medis. Ibadah dan doa. Intinya: “Pembaruan Budi/pertobatan“
Peristiwa ini luar biasa - intra rasional. Soal pro kotra itu wajar, hanya saja perlu diskusi terbuka soal Alkitab mengenai kejadian ini.
Kenapa harus Meko?. Atau kampung lain?. Ini sebuah pertanyaan yang sering orang lain tanyakan, tapi kami selalu menjawabnya: Itu adalah kedaulatan Tuhan. Demikian diungkapkan Pdt. Ishak Pole, M.Si Ketua I Badan Pekerja Sinode GKST di depan ibadah syukur kaum Bapak dan Persekutuan Wanita Gereja Toraja jemaat Elim Rantepao pada tanggal 10 Mei 2007 di selah-selah urusan pendidikan anaknya di Toraja.
Lebih jauh diungkapkan oleh Pdt. Ishak, Selvin, kalau sementara belajar dan ada panggilan untuk menyembuhkan maka dia akan minta izin untuk menyembuhkan. Selvin adalah seperti anak biasa tetapi menjadi alat ditangan Tuhan. Jadi jangan mengkultuskannya.

Kesaksian mengalir terus
Soal kesembuhan dan mujizat yang terjadi di Meko mengalir dari mulut ke mulut terutama mereka yang sudah menyaksikan dan merasakan jamahan di Meko. Mereka yang sudah ke Meko dari berbagai agama, pejabat, profesi, hingga anak-anak. Mereka kembali menjadi saksi-saksi mujizat yang terjadi di Meko. Ada sejumlah orang buta yang sembuh, ada yang yang tuli mendengar, lumpuh dapat bejalan, dan yang lain adalah yang mengalami sakit stroke, ada yang datang dengan infus kemudian infusnya di lepas, dan berbagai penyakit kronis lainnya.
Ada seorang yang sembuh dari penyakitnya dan memberikan uang sebanyak Rp. 5 juta kepada Selvin tetapi Selvin hanya mengambil Rp. 1.000,- untuk persembahan pada hari minggu. Memang, dalam melaksanakan missi sucinya, dua hal yang tidak diterimanya yaitu pemberian uang dan juga tidak mau di foto. Bahkan diumumkan bahwa tidak boleh memotret di lokasi, kalau memotrot tahu sendiri resikonya. Untung kalau masih dapat digunakan. Dan memang ada seorang ibu yang mencoba memotret tapi kameranya langsung rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Jadi kalau anda dilihat orang mau mengambil gambar pasti orang yang melihat akan marah.

Pelayanan oleh GKST
Sejak mulai hingga kini, lapangan yang merupakan tempat memasang tenda dan didepan rumah Selvin mengadakan ibadah dikerjakan dan dikelola oleh warga jemaat GKST yang ada di Meko. Untuk mengatur dan menata pelayanan dilaksanakan oleh Pendeta GKST yang ada di Meko yaitu Pdt. James Salarupa, S.Th. Demikian diungkapkan oleh Albert Tandipayuk salah satu Pemuda GKST yang banyak membantu pelayanan di lokasi ini.
Seandainya kita mau bisnis maka tentu akan dapat banyak uang, tetapi itu bukan maksud dan tujuan dari mujizat Tuhan.

Perlu pendapingan
Kalau melayani orang yang datang ke Meko sering kita tidak mampu lagi menyatakan sesuatu tentang persoalan yang ada. Dalam meyaani dan menyaksikan mujizat yang ada maka kita tidak mampu lagi mengungkapkan dengan kata-kata. Demikian diungkapkan oleh Pdt. Petrus Se’seng, S.Th dan Pdt. Gideon Tulak, S.Th yang selalu sibuk membantu yang mendampingi orang yang datang ke Meko. Sering harus begadang hingga pagi.
Dalam mendampingi mereka yang datang semua itu dikerjakan dengan penuh sukacita sebagai wujud pelayanan kasih kepada mereka yang mengalami berbagai penderitaan seperti sakit-penyakit dan berbagai pergumulan lainnya.

Pembenahan lapangan
Lapangan lokasi pengunjung membangun tenda selama ini cukup becek dan tidak akan mungkin ditempat memasang tenda. Untuk itu dibutuhkan pembenahan. Pembenahan dengan menimbun pasir campur kerikil.
Belum lagi soal jalan disekitar lapangan sulit dilewati kendaraan tetapi sekarang sudah dapat karena selesai ditimbun dengan biaya hasil dari biaya parkir kendaraan masuk yang dikelola.
Tenda dipasang di lapangan, lorong-lorong, halaman rumah, halaman kantor camat Pamona Selatan, halaman sekolah, halaman gereja, disamping kandang babi, dan dimana saja asal dapat memasang tenda.

Tidur apa adanya
Kalau kita melihat lokasi dan cara serta tempat orang tidur, maka mungkin kita katakan sangat tidak layak. Bayangkan saja, orang tidur beralaskan tanah dan kalau becek dialas dengan papan. Pengalaman selama ini tidak ada sakit, mengeluh bahkan banyak yang tidak tidur.

Ibadah
Menghadiri puncak ibadah kenaikan ke Surga dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2007. Ibadah dimulai dengan menyanyi beberapa lagu. Ada lagu yang diulang sampai puluhan kali. Orang yang menyanyi dengan spontan bertepuk tangan dan juga tidak bertepuk tangan, tergantung lagunya. Sepertinya peserta ibadah sudah tahu mana lagu yang perlu kita tepuk tangan dan mana yang syahdu dan tidak perlu tepuk tangan. Tidak ada komando atau petunjuk mau tepuk tangan atau tidak.

Khotbah
Dalam ibadah kesembuhan yang dilaksanakan tepat jam 24 tanggal 17 Mei, atau 18 Mei dini hari, sesudah menyanyikan sejumlah lagu-lagu sejak jam 19.00 - 24.00 di dahului dengan Doa Bapa Kami kemudian pembacaan Alkitab yang dibacakan oleh tiga orang, pertama dari Efesus 5:1-21 dengan judul: Hidup sebagai canak terang, kedua, Matius 6:5-14 tentang hal berdoa dan pembacaan ketiga, Lukas 10:1-12 dengan judul: Yesus mengutus tujuh puluh murid. Sesudah pembacaan dilanjutkan dengan mrnyanyi kemudian Doa Bapa Kami. Sesudah itu, dilanjutkan dengan khotbah yang amat sederhana, kalau mungkin kita sebut pokok-pokok pesan iman kepada peserta ibadah seperti: pulanglah dan jangan marah-marah lagi, kalau pulang supaya selalu membaca Alkitab, tidak merokok lagi, tidak main judi lagi, tidak mabuk-mabuk lagi, jangan mencuri, tidak mengingini gadis orang lain, tidak mengingini anak laki-laki orang lain. Artinya penekanannya pada 10 Hukum Taurat.

Silahkan sholat
Sebelum ibadah puncak tengah malam, ibu bidan mengumumkan dan meminta kepada saudara-saudara umat muslim untuk melaksanakan sholatnya dimana saja, ditenda-tenda. Hal ini disebabkan kita datang ke sini bukan untuk pengobatan tetapi pertobatan. Permintaan kepada saudara-daudara muslim ini selalu disampaikan kepada segenap orang yang datang sebagai bentuk toleransi kebersamaan. Laksanakan pertobatan itu dengan melaksanakan sholat lima waktu.

Mendoakan persoalan
Bagi seluruh orang yang datang, untuk mendoakan pergumulan mereka maka akan ditulis nama, umur, alamat dan masalahnya seperti merokok, penyakit sosial, katarak, penyakit yang diderita kemudian dikumpulkan di kotak pergumulan di depan mimbar ruangan ibadah. Inilah sebagai daftar pergumulan yang akan didoakan.

Kesembuhan dimana saja dan siapa saja di Meko
Soal kesembuhan tidak ditentukan oleh siapa yang memimpin, tetapi itu dilakukan dalam kelompok-kelompok tenda. Banyak yang sembuh ditenda-tenda karena orang menyanyi dengan penuh semangat dan bagi yang sakit, lumpuh, stroke, akan duduk diantara penyanyi dan dalam proses sedikit demi sedikit akan mulai bergerak mengikuti nyanyian yang ada. Kalau sudah ada tanda mulai bergerak maka dinamika lagu-lagu akan semakin tinggi dan diikuti dengan si sakit akan semakin dinamis pula mengikuti lagu-lagu yang pada akhirnya dapat berjalan perlahan-lahan. Hal itu jugalah yang disaksikan Bahana terhadap Pdt. Ch. Latuperissa yang sudah lama emeritus dan mengalami stroke berat, tendanya persis bersebelahan dengan tenda ditenpati bahana.
Thomas, salah seorang pengusaha sukses asal Timika yang sudah berkeliling dunia dan sudah pernah tidur di semua jenis hotel. Sesudah dijamah di Meko dan sembuh dari stroke berat yang dialaminya bertahun-tahun, memberi kesaksian kepada Pdt. Soleman Batti, M.Th (Ketua Umum Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja) yang menemuinya di Meko, bahwa apa yang dialaminya sungguh luar biasa. Harta yang aku miliki tanpa berserah kepada Tuhan tidak ada artinya. Sekarang aku sudah bertobat dan semakin dekat kepada Tuhan.
Pendeta GPdI Efrata Donggala 6 bulan menderita sakit lever akut dan lambung sembuh. P. Marthen yang sembuh dari strokenya langsung memuji Tuhan atas kesmbuhan sambil mengatakan Tuhan luar biasa.

Bersih diri
Untuk dapat mengikuti seluruh rangkaian prosesi penyucian diri di Meko, maka diperlukan bersih diri. Bersih diri maksudnya perlu memeriksa diri apakah sudah tidak ada dendam, tidak berselisi paham dengan orang lain, tidak ada lagi ilmu gaib, opo-opo, jimat-jimat dan berbagai bentuk penyembahan berhala lainnya.
Kalau mau ke Meko menyaksikan mujizat dan mau mengalaminya, jangan medua hati, harus dengan iman yang teguh.

Pembaruan Budi
Banyak orang membayangkan bahwa di Meko itu adalah pengobatan yang membuat banyak orang sembuh. Pada hal, di Meko tidak ada proses penyembuhan secara medis. Demikian diungkapkan oleh Pdt. James Salarupa, S.Th pendeta jemaat GKST di Meko dan Pdt. Drs. Ishak Poleh, M.Si ketua I Majelis Sinode GKST.
Kalau ke Meko yang ada adalah pertobatan, refleksi diri, bersih diri, koreksi diri, sehingga terjadi “pembaruan budi” yang pada implikasi lainnya terjadi kesembuhan secara pisik. Kesembuhan secara pisik pun terjadi kalau kita yakin dan percaya.

Berbagai keinginan
Orang yang mengunjungi Meko tentu ada berbagai harapan dan keinginan. Ada juga yang ingin menyaksikan peristiwa, tidak masuk dalam kelompok yang ingin “menikmati dan mengalami” peristiwa iman yang monumental. Namun soal kesembuhan, banyak yang tidak sembuh secara jasmania.

Berbagai Gereja
Meko merupakan sebuah daerah yang relatif kecil, hanya sebuah kecamatan, yaitu kecamatan Pamona Selatan. Letaknya sekitar 30 kilometer dari Tentena (dimana ada kantor Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah) atau 90 km arah selatan Poso, persis di pinggir Danau Poso.
Ada GKI Sulsel, GKMI, Gereja Patekosta Alva Omega, Gereja Katholik, Gereja Toraja.

Dukungan
Sejak semula ketika peristiwa Meko terjadi, maka Ketua Umum Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja Pdt. Soleman Batti, M.Th dan Sekretaris Umum Pdt. I.Y. Panggalo, D.Th mendukung penuh apa yang terjadi, bahkan diberbagai pertemuan mengumumkan mengenai peristiwa yang terjadi di Meko. Keduanya juga sudah kembali dari Meko. Ini sebagai bukti dukungan. Hal ini pulalah yang merupakan salah satu pemicu begitu banyak orang Toraja yang mengunjungi Meko, dan yang paling utama adalah kesembuhan baik jasmani maupun rohani mereka yang sudah kembali dari Meko.

Kantor kosong
Menjelang peringatan kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga, banyak kantor kosong, begitu juga pegawai swasta lainnya di Tana Toraja. Pada umumnya mereka menyiapkan diri berangkat ke Meko. Tak heran ketika hari Kamis 17 Mei 2007 pada siang hari ketika Bahana yang sementara berada di Meko mengadakan percakapan lewat telepon sesudah ibadah dengan Pdt. Soleman Manguling, M.Th, dan informasi yang kami peroleh bahwa kendaraan amat jarang mobil yang lalu lalang hari itu. Keadaan amat sepi tidak seperti biasanya.

Orang gilan baru
Kalau orang mau mencari kesembuhan itu soal biasa. Tetapi kalau belum “bersih diri” maka dapat saja menjadi orang gila baru. Hal ini disebabkan terjadi pertentangan dalam dirinya antara nilai iman kristiani dengan pergumulan karena persoalan-persoalan pribadi yang belum dapat diselesaikan dengan baik.

Prosesi ibadah
Ibadah puncak setiap minggu terjadi pada hari Kamis malam dimulai dengan lagu-lagu mulai dari jam 19.00 hingga jam 24.00. Sesudah itu, doa Bapa pengantar masuk ke pembacaan Alkitab. Sesudah pembacaan Alkitab dilanjutkan dengan beberapa lagu kemudian Doa Bapa Kami. Untuk semacam renungan disampaikan dalam bentuk amat sederhana, singkat, dan bahasa yang sangat mudah dipahami.

Saudara muslim juga mengalami hal yang sama.
Menurut kesaksian mereka yang sudah kembali dari Meko, menyaksikan begitu banyak saudara kita dari Muslim, Budha yang pergi ke sana dan yakin bahwa penyakit mereka dapat sembuh, maka hal itu terjadi bagi mereka. Banyak dari antara mereka yang sudah kembali ke kampung mereka dan menyatakan bahwa yang menyembuhkan mereka adalah Tuhannya orang Kristen yaitu Yesus.

Jamahan
Sebelum pengunjung sampai ribuan, maka setiap orang dijamah satu persatu dengan memberikan pesan “siapa dia” (siapa orang yang dijamah) langsung oleh Selvin. Tetapi sesudah ribuan orang, maka bentuk penjamahan masih tetap satu persatu tetapi itu dilakukan hanya menjamah dengan memegang muka setiap orang tanpa memberitahukan siapa dia lagi. Demikian diungkapkan Albert Manga’ yang setia membantu pelayanan sejak awal peristiwa tersebut.
Acara jamahan merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang selalu dinanti-nantikan setiap orang yang ke Meko. Penjamahan biasanya dilaksanakan pada setiap hari Jumat, mulai jam 07.00 - 12.00 kemudian sore hari jam 14.00 - 19.00. Tapi kali ini dimulai jam 10.00 - 12.00 dan jam 14.00 - 19.00. Diluar jam yang sudah diumumkan maka jamahan tidak lagi dilaksanakan. Mereka yang belum dijamah diminta untuk sabat menunggu satu minggu lagi.
Jamahan kali ini dalam tiga bentuk. Bentuk pertama adalah “bidan” dan para “security” (lebih tepat disebut asistennya) berjalan keliling. Para security mengatur dengan jalur ditengah dari tenda ke tenda dengan peserta duduk berhadapan, kemudian ibu bidan berjalan memberi jamahan kepada setiap orang. Orang yang sudah dijamah berdiri. Bentuk kedua, adalah orang duduk dalam ruang utama (halaman rumah Selvin) kemudian ibu bidan berkeliling menjamah setiap orang. Orang yang sudah dijamah langsung berdiri dan keluar kemudian orang lain masuk lagi. Bentuk ketiga, ketika ibu bidan sudah mulai lebih, para security mengatur pengunjung sehingga ibu bidan duduk dan orang berbaris untuk dijamah. Kalau selesai dijamah maka akan langsung keluar ruangan.
Karena waktu untuk menjamah pengunjung sudah habis, maka ibu bidan mengumumkan bahwa jamaham bagi mereka yang belum, itu akan dilaksanakan minggu depan.

Pulang - antri - macet
Salah satu persoalan besar ketika pagi tiba pada hari sabtu adalah kendaraan yang diperkirakan 5.000 mobil ditambah lagi motor. Mobil yang ditumpangi Bahana untuk kembali, berangkat dari lokasi jam 06.30 berjalan amat pelan, bahkan lebih pelan dari orang jalan kaki. Bayangkan untuk jarak 2 km ditempuh dalam waktu 45 menit. Dengan lebar jalan sekitar 5 meter, kiri-kanan tempat parkir mobil dan motor.

Jawaban: Dimanakah Tuhan?
Salah satu pergumulan berat masyarakat kristiani di Poso dan sekitarnya selama beberapa tahun terakhir ini, khususnya dalam menghadapi kerusuhan sosial yang mengarah ke persoalan SARA adalah pertanyaan” Dimanakah Tuhan? Bahkan lebih radikal lagi: masih adakah Tuhan?. Dan inilah jawabannya. Tuhan menjawab melebihi apa yang dapat dipikirkan manusia. Jawabannnya tidak dfapat dijangkau dengan akal manusia. Demikian diungkapkan Pdt. Ishak Pole, Pdt. James Salarupa dan beberapa tokoh Gereja yang dapat dijumpai Bahana selama dalam perjalanan jurnalistik di Meko.

Meruntuhkan tembok gereja
Peristiwa mujizat di Meko ini merupakan sebuah momen penting yang meruntuhkan tembok-tembok gereja yang selama ini dibentengi dengan doktrin. Dalam ibadah di Meko tidak ada lagi doktrin dan aliran yang ada adalah semua memuji Tuhan dan kebersamaan tanpa perbedaan dan batas. Demikian pendapat Pdt. James Salarupa dengan Pdt. Dr. Tius. Orang yang datang beribadah bersama mencari kesembuhan baik kesembuhan jasmania maupun rohani larut dalam kebersamaan, tidak ada lagi batas, kaya-miskin, tua-muda, sakit-sehat, juga dengan berbagai latar belakang budaya, agama, suku dan berbagai perbedaan lainnya, tidak ada lagi tempatnya. Bahkan untuk menanyakan salah satu perdaan diantara kita yang datang ke sana, sangat sulit mulut kita akan mengucapkannya.

Rekonsiliasi Sosial Versi Allah
Rekonsiliasi sosial masyarkat terbangun lewat peristiwa ini. Kalau kita sudah ada dalam lokasi, maka kita tidak dapat melihat siapa pejabat, siapa beragama apa, suku apa, dan berbagai perbedaan yang ada. Semua pengunjung larut dalam kebersamaan. Rasa kekeluargaan, rasa kebersamaan, rasa senasib, terbangun dan amat sulit (mulut tidak mungkin mengucapkan dan mendiskusikan) perbedaan yang ada diantara pengunjung. Rasanya dan yang terjadi adalah semua merasa bersaudara penuh cinta kasih tanpa ada rasa perbedaan.
Jadi kalau kita melihat rekonsiliasi diantara mereka yang datang, maka inilah rekonsiliasi versi Allah. Malino I dan II tidak ada lagi artinya bila dibandingkan dengan peristiwa yang terjadi di Meko ini. Demikian diungkapkan Pdt. James Salarupa, S.Th pendeta jemaat yang sejak semula selalu melayani bersama beberapa pendeta lainnya dalam sebuah wawancara diselah-selah kesibukan melayani ditemani Pdt. Dr. Tertius seorang tegeolog muda di lingkungan GKST.
Lebih jauh diungkapkan Pdt. Salarupa bahwa banyak bukti yang langsung dilihat sendiri mengenai mujizat itu. Wande Rutana yang bungkuk asal kampung Bancea langsung berdiri lurus.

Dampaknya
Dampak dari Meko Blessing menimbul sebuah gerakan baru seperti yang diungkapkan Pdt. Menathan Tulak, S.Th ketika ditemui di Panggala (lebih dari 20 km dari Rantepao, Tana Toraja, mengungkapkan bahwa dampak dari peristiwa Meko dalam kehidupan berjemaat adalah sangat luar biasa. Ada warga jemaat yang sudah lebih 10 tahun berselisih paham akhirnya dengan kesadaran sendiri mengunjungi dan saling memaafkan sebelum ke Meko. Bahkan meminta untuk duduk bersama dalam perjalanan dari Toraja menuju ke Meko. Juga sangat banyak warga jemaat yang memadati gedung Gereja setiap Minggu.
Di Sa’dan ada jemaat yang persembahannya selama ini paling tinggi Rp. 2.000.000,- pada ibadah hari minggu, tetapi sesudah banyak warga jemaatnya kembali dari Meko, maka pada ibadah paskah yang dirangkaikan dengan perjamuan kudus jumlah persembahan Rp. 32.000.000,- lebih dan orang yang ikut perjamuan kudus 200 lebih dimana sebelumnya hanya beberapa puluh saja.
Paruru yang sudah dua kali mengunjungi Meko, mengatakan bahwa sebagai seorang perokok berat maka sesudah kembali dari Meko tidak merokok lagi bahkan kalau mencium asap rokok akan terasa sakit kepala. Hal ini juga diungkapkan oleh Mesakh, Andi dan sejumlah perokok berat yang sudah kembali dari Meko. Kalau dihitung-hitung biaya rokok cukup untuk belanja kebutuhan sayur-mayur satu keluarga setiap hari.
Dalam kehidupan berjemaat, seperti yang terjadi di Gereja Toraja Jemaat Tambakuku, Nanggala, Kabupaten Tana Toraja yang selama ini, dalam ibadah hari minggu, lebih menekankan pada ketenangan, bahkan menyanyi dengan kurang semangat, tetapi setelah sebagian besar warga jemaat kembali dari Meko, dalam ibadah tanggal 27 Mei 2007, dibuka dengan lagu-lagu penuh semangat diiringi tepuk tangan juga dalam ibadah ada paduan suara ibu-ibu dimana banyak dari antara mereka yang selama ini tidak pernah tampil di depan, sekarang sudah dapat tampil di depan menyanyi dengan penuh semangat.
Lagu-lagu yang dianyanyikan dalam ibadah di Meko, kini mengalun di setiap sudut pasar, toko, setiap ibadah rumah tangga, dan berbagai pertemuan lainnya dalam kehidupan di Toraja, Luwu, bahkan hingga keberbagai pelosok di Sulawesi Selatan dan tidak hanya orang Kristen tetapi juga orang lain yang sudah mendapatkan berkat di Meko.

Intinya adalah pertobatan.
Peristiwa di Meko yang menjadi inti adalah pertobatan. Soal kesembuhan secara jasmani itu adalah sebuah implikasi atau hasil dariu pertobatan itu sendiri. Jadi kalau orang mau ke Meko hanya karena ingin sembuh dari penyakitnya maka dia mungkin akan kecewah. Jadi kalau ke Meko tujuan kita adalah untuk menyucikan diri dari dosa-dosa dan mau kembali berjalan di atas rel kehidupan beriman kita sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab. Demikian diungkapkan oleh Luther K, Andarias, Yeheskiel, Listawati, Mesakh, Oktanianus dan sejumlah orang yang menyaksikan peristiwa yang terjadi di Meko.

Kesaksian Drs. Musa Toding, MBA
Drs. Musa Toding, MBA mantan Rektor Universitas Kristren Indonesia Toraja, yang pergi ke Meko akhir Maret lalu, sudah memberikan kesaksian di kantor Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja pada tanggal 2 April 2007 jam 11.00 dan penulis menyaksikan sendiri kondisinya. Dia sudah tidak memakai tongkat dan dapat memberikan salam dengan tangan kanannya. Sebelumnya beberapa tahun dia selaluj ditemani tongkat dan orang yang siap membantu kemana dia akan berjalan. Tangan kanannya tidak dapat menyalami orang, sehingga selalu memakai tangan kiri kalau memberi salam. Begitu pula tongkatnya sudah tinggal di Meko karena sudah dapat berjalan tanpa memakai tongkat.
Selain itu, sejumlah orang yang sudah kembali memberi kesaksian di dalam ibadah hari minggu dan ibadah rumah tangga. Bahkan dimanapun mereka duduk, senantiasa menceriterakan mengenai apa yang mereka alami di Meko.
Dalam ibadah hari minggu 8 April 2007 di jemaat Sion Sangkombong, ada sejumlah anggota jemaat yang kembali dari Meko memberikan kesaksian mengenai pengalaman iman mereka. Ada yang sebelumnya harus memakai kaca mata, tetapi di Meko kacamata itu ditinggalkan karena sudah dapat membaca tanpa menggunakan kaca mata.
Dari Sa’dan, sebuah daerah sebelah utara Tana Toraja yang kembali dari Meko mengalami mujizat Tuhan yang luar biasa. Ada yang buta sejak lahir dapat melihat kembali. Ada yang buta, tuli sudah dapat melihat. Belum lagi yang mengalami beberapa penyakit.

Jadi tukang urut datakan
Salah satu pengalaman yang cukup menarik ialah yang dialami oleh mama Anto salah seorang anggota jemaat di Bancea. Hampir setiap minggu selama dua bulan terakhir ke Meko (jarak Meko dengan Bancea 23 km dan untuk menghemat biaya perjalanan dia naik truk) terutama pada hari kamis menjelang ibadah puncak penyembuhan pada malam jumat tengah malam.
Pengalamannya, ada seorang anggota jemaat yang sudah lama tidak ke gereja karena sakit punggung mengeyebabkan tidak mampu berjalan dan hanya tinggal di kamar di rumahnya. Ketika mama Anto berkunjung, maka si sakit meminta minjak kelapa untuk didoakan kemudian dipakai mengurut badannya. Mama Anto yang belum pernah berdoa di depan orang lain sepertinya panik, tetapi karena desakan dari si sakit, maka Mama Anto berdoa untuk kesembuhan si sakit dan meminta agar minjak kelapa ini menjadi sarana kesembuhan. Sesudah itu, mama Anto mengurut seluruh badan dari si sakit sekitar satu jam. Hari minggu dengan heran mama Anto melihat si Sakit sudah pergi ke gereja walaupun masih tertatih-tatih. Baginya ini sebuah mujizat yang menurutnya sebagai buah mujizat dari Meko.

Penyegaran iman
Bagi Evie, Anto dan Daud, pengunjung asal Makasar mengungkapkan bahwa bagi yang tidak mempunyai penyakit secara pisik, maka kegatangannya ke Meko sebagai sebuah penyegaran iman. Datang ke Meko untuk mendapatkan kesegaran baru dalam beriman.

Jangan membeli rokok dan minuman keras
Sepertinya di komando, para penjual di Tentena dan daerah sekitar yang berdekatan dengan Meko, kalau orang membeli pasti ditanya jangan membeli rokok, minuman keras dan domino kalau mau ke Meko. Tidak hal ini pasti diketahui kalau sempat masuk ke lokasi. Sebagai contoh: ada seorang pelayan (pendeta) yang membawah rokok, walaupun jaraknya lebih seratus meter dari tempat ibu bidan berdiri, tetapi ia mengumumkan bahwa ada seorang hamba Tuhan dalam lokasi yang mengeraskan hatinya dan masih mencoba-coba membawah rokok lengkap dengan warna baju yang dikenakan. Memang secara akal manusia tidak mungkin tetapi menurut bidan bahwa hal itu adalah kuasa Tuhan, dan dia hanyalah sebagai alat Tuhan.

Iklan mulut ke mulut
Iklan yang paling jitu mengenai peristiwa Meko adalah ceritera/kesaksian dari mulut ke mulut mengenai berbagai mujizat yang terjadi.

Berusaha datang
Mujizat Meko membuat kita berusaha sekuat tenaga dan juga mencari uang untuk biaya datang ke Meko menyaksikan dan mau mengalami mujizat yang terjadi. Dan senadainya pertandingan sepakbola walaupun itu kelas dunia belum tentu mau datang ke Meko. Demikian diungkapkan oleh Yusuf dan Kombo Randa Bunga, dua orang dari Makassar yang menghabiskan 7 hari dan dana ratusan ribu untuk datang ke Meko.

Minyak kelapa
Minjak kelapa atau minyak gosok yang dibeli kemudian dibawah kembali ke rumah sebagai sebuah minyak untuk dipakai mengurut kalau sakit badan. Minjak kelapa tersebut diisi dengan bawang mera tanpa diiris. Kesembuhan karena memakai minjak kelapa ini banyak dialami orang yang tidak ke Meko tetapi diurut dengan minjak ini.

Pergumulan pribadi
Soal keberangkatan ke Meko dalam perjalanan jurnalistik, semula hanya mau berangkat seorang diri, tetapi sesudah bergumul dalam doa selama beberapa hari, maka diputuskan untuk berangkat bersama keluarga (anak dan istri) serta keluarga lainnya yang akhirnya untuk menghemat biaya maka dipilih untuk naik truk dan dapat membawah kompor dan kebutuhan makan minum selama di Meko. Jadi perjalan jurnalistik bagi Bahana kali ini digabung dengan “siara iman” dan “reatret keluarga”. Sungguh suatu pengalaman tak terlupakan. Sebuah perjalanan siara iman untuk “menyucikan diri”.
Se sampai ke Meko pada hari Rabu pagi, tanggal 16 Mei 2007 mengunjungi beberapa tempat untuk melihat suasana yang ada. Sesampai ke pusat ibadah (halaman rumah Selvin) bahana menyaksikan begitu banyak aktifis gereja dari Makassar dan berbagai daerah di Indonesia yang pernah bertemu, kenal dan diskusi dengan Bahana. Semuanya itu disalami satu persatu dan sebagian besar sudah mengalami perubahan tetapi yang paling utama, adalah semua sudah datang mengadakan pertobatan dan berserah diri kepada Tuhan. Karena tak tahan menahan haru maka air mata mulai mengalir. Bahkan kegerakan baru dalam kehidupan berjemaat di Toraja dan beberapa daerah sekitarnya terbangun.

Diskusi panjang
Peristiwa Meko, merupakan sebuh fenomena baru dalam kehidupan beriman, tetapi pihak lain peristiwa ini merupakan sebuah diskusi panjang. Ada yang berpendapat bahwa itu adalah ajaran sesat dan berbagai pendapat lainnya. Warga jemaat, masyarakat umum mendiskusikan kejadian ini baik di pasar, rumah sakit, dan berbagai kesempatan.
Dalam kehidupan berjemaat, setiap ada pertemuan, apakah itu kebaktian rumah tangga, ibadah hari minggu, orang senantiasa membahas mengenai kejadian Meko, anu sembuh, anu dijamah kemudian langsung berdiri dan berjalan kesana-kemari.
Persoalan sekarang menurut sejumlah tokoh agama adalah bagaimana memelihara semangat yang meluap-luap bagi mereka yang sudah mengalami mujizat di Meko dapat tetap berkobar-kobar dalam kehidupan warga jemaat.

Warung dadakan
Di Meko, ratusan warung makan dan minum dadakan yang dibangun apa adanya dengan menjual mie instan, makan dengan lauk pauk apa adanya dengan harga Rp. 3.000,- hingga Rp. 10.000,-. Selain itu, ada WC dibangun apac adanya dengan biaya sekali buang air kecil Rp. 1.000,- dan buang air besar Rp. 3.000,-.

Di uji oleh waktu
Persoalan sekarang adalah semuanya akan diuji oleh waktu. Apakah kesembuhan yang sudah dialami itu akan semakin baik ataukah akan kembali ke model semula. Hanya waktulah yang akan menjadi saksi.

Rantepao Akhir Mei 2007

Aleksander Mangoting

Tidak ada komentar: