Oleh: Aleksander Mangoting
Penulis mengucap syukur karena diberi kesempatan oleh Tuhan mengunjungi Seko sebanyak tiga kali pada tahun 2007. Sebuah kejadian yang bagi penulis luar biasa karena tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Semuanya ini terjadi karena kasih karunia Tuhan dan demi hormat dan kemuliaan nama-Nya. Sekali lagi semua itu hanya karena kemurahan Tuhan dan dalam setiap perjalanan pelayanan sungguh menikmati dan penuh ungkapan syukur. Tidak ada pengeluhan hanya senyuman dan syukur.
Perjalanan pertama
Pada tanggal 12-17 April 2007 untuk pertama kalinya penulis mendapatkan kesempatan mengunjungi Seko (yang dalam peta Indonesia mungkin sulit diketemukan tetapi dalam peta Belanda dengan muda diketemukan) sebuah daerah yang cukup subur dengan masyarakat yang ramah dan bersahabat.
Dalam perjalanan pertama ke Seko dalam rangka pembinaan. Rombongan pembinaan yang ke Seko berangkat dari Toraja menuju Sabbang tanggal 11 April 2007. Pembinaan Majelis Gereja se Klasis Sabbang dibagi dua yaitu unit II di Jemaat Salama, dan unit I di Jemaat Marampi’. Materi yang disajikan dalam pembinaan ini adalah Gereja dan politik oleh Pdt. Dr. I.P. Lambe’, Tugas dan tanggungjawab Majelis Gereja oleh Pdt. Musa Salusu, M.Th. Jadi rombongan ini adalah rombongan dari BPS dan DPD. Pdt. Dr. I.P. Lambe’ dan Tegas sebagai rombongan dari DPD. RI.
Berangkat dari Sabbang pada tanggal 12 April 2007 menuju Seko dalam tiga rombongan. Rombongan ke Seko Padang yaitu Pdt. Musa Salusu, M.Th dan Aleksander Mangoting. Rombongan ke Seko Tengah yaitu Pdt. Yusak Toding, S.Th dan Pdt. Aleksander Parumbuan, S.Th. Dan rombongan ke Seko Lemo yaitu Pdt. Dr. I.P. Lambe, Pdt. I.Y. Panggalo, D.Th dan Tegas.
Rombongan yang ke Seko Padang dan Seko Tengah berjalan bersama diringi hujan hingga malam hari, tiba di tempat peristirahatan di Tabang jam 21.15 dan sebagian tiba jam 22.30 kemudian makan seadanya (super mie disiram air panas ditambah telur rebus) kemudian istirahat malam. Pagi hari tanggal 13 April 2007 berangkat lewat Lodang (di Lodang rombongan ke Seko Tengah berpisah dengan yang ke Seko Padang). Rombongan Seko Padang tiga jam 12.30 di Eno rumah Pdt. Gerson, S.Th sesudah berjalan cukup capek karena lumpur yang menghadang sesudah Lodang menyebabkan perjalanan terlambat beberapa jam bila dibandingkan kalau musim kemarau.
Begitu juga ketika kembali rombongan dari Seko Tengah berangkat ke Seko Padang pada hari minggu 15 April 2007 sesudah ibadah. Hanya saja karena kerusakan motor yang cukup berat sehingga tiba di Eno jam 23.30 dalam keadaan basa kuyub karena hujan.
Pagi hari Senin 16 April 2007 motor harus diservice khususnya motor dari Seko Tengah membuat rombongan baru dapat meninggalkan Eno (Seko Tengah) jam 10.30 menuju Tabang. Tiba di Tabang sore hari. Sebenarnya kalau jarak Tabang dan Mongkaluku dapat ditempuh dalam waktu 2-3 jam maka kami akan meneruskan perjalanan. Hanya saja medan jalan yang cukup berat karena musim hujan dan jauh membuat kami memutuskan harus bermalam di Tabang.
Sesudah bermalam di Tabang, yaitu camp PT KTT ketika masih beroperasi dan ada orang membangun semacam pondok untuk usaha warung kopi dan siram super mie, kami melanjutkan perjalanan pada pagi hari tanggal 17 April 2007 ke Sabbang melewati Mongkaluku dan tiba di Sabbang jam 16.10 untuk mandi dan makan siang (makan siang karena sejak pagi hanya makan super mie), dan melanjutkan perjalanan kembali ke Toraja.
Angkutan
Biaya sekali jalan untuk bagi ojek khusus untuk membayar jemabatan sekitar Rp. 60.000,-. Jembatan pertama di Mongkaluku tarifnya Rp. 10.000,- sekali lewat. Kemudian sejumlah jemabatan lainnya hingga Lodang. Paling tidak ada 5 kali setor dengan biaya bervariasi. Hal ini disebabkan masyarakat sendiri yang berinisiatif membangun dan bertanggungjawab memelihara jembatan tersebut sehingga ojek dapat melaluinya.
Jarak Sabbang - Eno (Seko Padang) lewat KTT adalah sekitar 75 km. Ruas jalan yang paling parah adalah antara Lodang - Eno, secara khusus pada saat 1 km meninggalkan Lodang dengan jarak sekitar 2 km jalan berlumpur dan kadang kala motor harus diangkat 4 orang ditengah lumpur. Biaya ojek ke Seko Padang Rp. 700.000,- PP dan kalau musim kemarau Rp. 500.000,-. Sedangkan yang ke Seko Tengah Rp. 1.000.000,- PP.
Masyarakat pada umumnya memakai kuda untuk angkuta barang dan juga ojek. Kalau naik kuda maka Seko - Sabbang ditempuh dalam waktu 3 hari 2 malam. Jadi tidak heran kalau kita menemukan dci tengah hutan ada kerangka untuk pasang tenda. Ini memang sudah lumrah dimana orang membawah tenda lengkap dengan belanga dan bekal makanan yang akan dimasak kalau sudah malam. Jadi memasang tenda di beberapa tempat kalau sudah malam itu sudah hal biasa.
Dari seko membawah kopi atau beras. Kalau kembali akan membawah berbagai kebutuhan seperti garam, minjak tanah, kehutuhan dapur hingga antena parabola atau peralatan elektronik lainnya.
Selain itu, beberapa tahun yang lalu ada penerbangan setiap hari kamis dan Selasa dengan kapasitas 18 orang dari Sabbang ke Seko Padang dengan biaya Rp. 110.000,- dan ditempuh dalam 25 menit. Tetapi itupun kalau beropertasi harus memesan tiketnya satu bulan sebelumnya.
Dua kilometer ditempuh 2 jam
Salah satu ruas jalan terparah adalah 10 km sedudah meninggalkan Eno, atau satu kilometer sebelum Lodang. Panjang jalur itu sekitar 2 km dikiri dan kanan sawah. Jalannya belumpur dimusim hujan bahkan sampai 60 cm. Di lokasi ini motor terkadang harus diangkat 4 orang baru bida lewati tiap tahapan. Jadi tukang ojek harus berjalan berombongan supaya dapat saling membantu.
Bengkel berjalan
Dengan kondisi jalan yang demikian, maka tenaga para tukang ojek akan terkuras. Belum lagi kampas motor akan habis. Makanya kalau jalan, perlengkapan suku cadang seperti ban dalam, kampas rem, taling kopling, tromol, gir dan berbagai peralatan lainnya harus selalu siap disamping kunci dan obeng untuk memperbaiki motor di jalan. Kalau tidak, jangan coba-coba jalan.
Jadi tukang ojek yang melintasi jalan ini, harus berjalan berombongan dan mampu memperbaiki motornya kalau ada kerusakan. Untuk itulah kepada Rada’ yang membawa penulis, senantiasa berseloroh: tukang ojek juga harus merangkap bengkel berjalan.
Dalam perjalanan sering kali tukang ojek berhenti untuk memperbaiki motornya atau membantu tukang ojek lainnya.
Tukang ojek
Soal kemampuan dalam mepmperbaiki kerusakan motor, kemampuan membangun kerja, nyali yang kuat, tenaga harus kuat untuk mengangkat motor. Memang terkadang bukan kita yang diangkat motor tetapi kitalah yang mengangkat motor.
Selain itu, seorang tukang ojek seperti yang diungkapkan Rada’, tukang ojek yang membawah penulis Sabbang Seko Padang PP mengungkapkan bahwa kita harus memakai stagen untuk membantu kekuatan perut saat mengangkat motor. Kalau tidak memakai stagen maka kita tidak kuat mengangkat motor dan juga perut kita gampang sakit karena goncangan ketika mengendarai motor.
Berapa kali jatuh?
Salah satu pertanyaan yang cukup penting kalau naik ojek ke Seko utamanya kalau lewat jalan PT KTT di musim hujan adalah “anda” berapa kali jatuh?. Hal ini disebabkan medan yang cukup menantang. Bahkan kalau untuk pertama kali melewati dan melihat kondisi jalan pasti kita akan mengatakan: “Bagaimana mungkin motor dapat melewatinya?”.
Gadis Bana
Salah satu jemaat yang cukup jauh dan berada di pinggir hutan adalah Jemaat Bana. Warganya sebagian baru pada tahun 90 an keluar dari hutan akibat DI/TII sehingga ada satu generasi yang lahir di hutan. Disini kami menyaksikan bagaimana kehidupan warga jemaat dan 1masyarakat yang sudah cukup modern. Sudah ada antena parabola, listrik dengan memakai turbin, bahkan tak kalah, ialah para gadis dusun ini penampilannya tidak kalah dengan gadis kota pada umumnya.
Pembinaan Jemaat
Dalam kehidupan berjemaat, masih disarakan perlujnya pembinaan dalam berbagai hal. Mulai dari segi pemahaman organisasi, pengelolaan keuangan, penataan pelayanan, tugas dan tanggungjawab selaku Majelis Gereja. Belum lagi soal pemberlakukan aturan-aturan kehidupan berjemaat dan bagaimana membangun relasi/komunikasi dengan sesama masyarakat sekitarnya. Hal ini nyata dari ungkapan pertanyaan dan persoalan lapangan yang ada ketika diadakan pembinaan se Klasis Seko Padang di Eno yang dihadiri para Majelis Gereja.
Pendidikan
Drs. Tahir Bethony mengurus SMP PGI di Eno kemudian diurus dan menjadi negeri pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2005 mengurus SMA PGRI menjadi negeri pada tahun 2006. Saat ini SMA Seko memiliki 97 siswa. Namun anak Seko Padang hanya 11 orang. Paling banyak dari Seko Lemo kemudian Seko Tengah. Selain itu, ada 3 SMP di Seko yaitu di Seko Lemo, Seko Tengah dan Seko Padang.
Tahir Bethony, dalam masa tuanya menjelang pensiun sebagai seorang pendidik, mau kembali ke kampung halamannya, hanya dimotivasi karena sangat prihatin tentang generasi muda masyarakat Seko dalam soal pendidikan. Jadi keputusan untuk pulang kampung guna mengabdi ke kampung halaman. Berbagai keprihatinan diungkapkan melihat persoalan di lapangan di kaitkan dengan kemampuan dan daya saing generasi muda untuk masa depan.
Masyarakat kerja bakti membuat jalan
Salah satu bentuk kerjasama masyarakat adalah kerjabakti satu kali setiap bulan memperbaiki jalanan antar kampung. Ini salah satu sumbangan nyata masyarakat untuk kepentingan bersama. Persoalan sekarang adalah bagaimana caranya pemerintah membangun poros jalan utama dari Sabbang - Rongkong - Mabusa - Seko Lemo - Seko Tengah dan sampai ke Seko Padang dimana ada ibu kota kecamatan.
Potensi yang masih tidur
Kalau melihat potensi daerah, maka kita akan kagum. Tanahnya subur, airnya yang tak pernah berhenti mengalir di sungai. Bahkan ada kandang kerbau yang kami kunjungi dan induk kerbaunya sekitar 50 ekor. Bahkan menurut informasi, ada keluarga lain yang memiliki induk kerbau sampai 100 ekor. Ada tukang membuat sofa dimana satu pasang sofa ditukar dengan satu ekor kerbau.
Perlu keterampilan
Bagi sebagian besar generasi muda Seko, secara khusus yang ada di Tanete, jangan berkecil hati kalau tidak dapat melanjutkan pendidikan, tetapi yang paling penting ialah bagaimana membangun Seko masa depan dengan keterampilan yang ada. Diperlukan tenaga terampil untuk menjadi tukang jahit pakaian, terampil menanam sayur mayur, terampil mengelola kebun kopi, terampil mengembangkan potensi yang ada. Demikian diungkapkan Aleksander Mangoting ketika salah seorang pemuda di Tanete yang mengungkapkan rasa pesimis karena tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
Sudah modern?
Apa yang terbayang dipikiran sebelum sampai ke Seko tidak sesuai dengan kenyataan. Di Seko sudah ada begitu banyak antena Parabola + televisi, penggilingan beras, dross, generator skala kecil, motor untuk ojek mungikin sudah angka seratus lebih, peralatan yang cukup modern di setiap rumah, dan berbagai simbol kemodernan lainnya. Bahkan kalau kita tiba di satu tempat seperti di Eno dan Tanete, Bana, maka kita akan kagum oleh penataan rumah dimana ditengahnya lapangan kemudian dikelilingi oleh rumah.
Perbandingan harga
Sebagai bahan perbandingan harga, semen satu sak di Seko Rp. 225.000,-, bensin Rp. 9.500,-, beras Seko Rp. 2.500 - 3.000,-, minjak tanah Rp. 6.000,-, Gula pasir satu liter kualitas nomor 2 Rp. 10.000,-, ikan kering mairo Rp. 10.000,-/liter.
Prioritas jalan ?
Salah satu putra Seko yang peduli masalah Seko lewat Yayasan Ina Seko adalah Pdt. Dr. Zakaria J. Ngelow yang sejak beberapas waktu lalu, dengan terbuka mengungkapkan bahwa untuk masyarakat Seko prioritas adalah soal ekonomi dan pemahaman tentang hak-haknya selaku masyarakat bagian dari Indonesia. Mereka perlu memahami tentang politik, kedaulatan mereka. Persoalan, kalau terlalu cepat ada jalan untuk akses, dikuatirkan orang lain masuk untuk memanfaatkan potensi bahkan akan membuat masyarakat Seko menjual sebagian tanah mereka.
Jadi dari sudut pandang Ngelow, jalanan bukanlah prioritas utama, tetapi yang paling utama adalah pendampingan bagi masyarakat Seko untuk meningatkan ekonomi, memahami hak dan kewajibannya.
Perlu pendampingan?
Kalau melihat segi potensi yang ada serta kemampuan masyarakat, maka menurut kami, yang diperlukan masyarakat Seko adalah soal pendampingan dalam rangka pembangunan di bidang pembangunan dan usaha-usaha di bidang pertanian dan peternakan. Selain itu, dibutuhkan penyadaran dalam soal kehidupan bersama, kemampuan untuk dapat menerima kemajuan dan juga dapat memanfaatkan kemajuan, masalah lingkungan hidup, penguatan organisasi masyarakat dan beberapa kebutuhan lain sesuai konteks masyarakat setempat.
Jadi untuk masyarakat Seko ke depan diperlukan perdampingan yang tidak hanya sekedar datang dan membina beberapa hari, tetapi memerlukan penanganan yang terus menerus, sehingga diperlukan tenaga pendamping yang tinggal dengan mereka yang akan merencanakan pembinaan bersama-sama dengan masyarakat dan juga memberikan masukan-masukan secara terus menerus.
Kalau ada orang yang mau mendapingi masyarakat Seko maka diperlukan jiwa sosial, empati kepada mereka, masuk ke dalam kehidupan masyarakat Seko sambil melihat masa depan yang lebih baik.
Perjalanan kedua: Pembagian Alktiab
Perjalanan kedua penulis ke Seko adalah dalam rangka penyerahan Alkitab. Seko merupakan satu kecamatan di Kabupaten Luwu utara dimana wilayahnya sangat terpencil yang didiami oleh sub-suku Toraja, di bagian Barat berbatasan langsung dengan Mamuju di Sulawesi Barat, dan di Utara berbatasan dengan Sulawesi Tengah. Secara garis besar Seko bisa dibagi kedalam 3 bagian yakni: Seko Lemo, Seko Tengah dan Seko Padang. Dari segi pemerintahan Kecamatan Seko terdiri dari 12 Desa. Jarak tempuh dari Sabbang menuju Seko mencapai 125 km. Potensi sumber daya alam sangat mendukung dengan potensi hutan yang sangat luas, hal ini sekaligus menempatkan Seko sebagai daerah penyanggah dan menara air bagi Kab. Luwu Utara, Tana Toraja, terutama Mamuju di Sulawesi Barat. Sementara itu komoditi pertanian yang menjadi andalan adalah kopi arabika, padi, dan kakao. Namun karena sarana jalan yang sangat tidak mendukung sehingga potensi tersebut belum dapat dimaksimalkan.
Perjalanan kedua ini, dapat terlaksana karena komunikasi yang agak panjang antara penulis dan LAI dalam rangka saling membantu untuk program “Satu dalam Kasih” . Ini merupakan salah satu kegiatan LAI adalah bantuan Alkitab ke daerah terpencil yang sangat sulit mendapatkan Alkitab. Berdasarkan program ini, maka kami mengadakan komunikasi dengan pihak LAI untuk membantu dalam rangka penyaluran Alkitab ke Seko dan Rongkong dengan jumlah Alkitab sebanyak 5.000 eksampelar.Dalam rombongan tersebut ada: Pdt. Santoni, M.Th salah seorang pendeta GKI, Sukanto Aliwinoto pengusaha yang juga anggota jemaat GKI Guntur Bandung, Erna Yulianawaty, S.Th Kepala Departemen Gereja dan Masyarakat di LAI Jakarta dan Hendrik dari Biro Informasi LAI Jakarta, Ny. D. Ambabunga (Kepala Perwakilan LAI Makassar) Pdt. Daniel Kalambo (Pendeta Emeritus tentara yang merupakan putra pertama orang Seko yang diurapi menjadi pendeta di lingkungan Gereja Toraja) dan Aleksander Mangoting dari Biro Informasi dan Komunikasi Gereja Toraja.Sukanto dan Pdt. Santoni dalam beberapa kesempatan mengungkapkan bahwa sepanjang perjalanan dan pengalaman mengunjungi berbagai daerah terpencil di tana air dalam rangka memberikan bantuan, perjalanan Sekolah yang memberikan pengalaman yang luar biasa. Perjalanan ini merupakan perjalanan penuh doa dan pengharapan. Jadi Doa dan Pengharapan dua kata yang akan senantiasa terpatri dalam ingatan ketika menyebut Seko. Lokasi penyerahan Alkitab adalah: Klasis Seko Padang di Eno dihadiri sekitar 300 orang lebih terdiri dari berbagai denomiasi Gereja (Gereja Toraja, Gereja Protestan Indonesia Luwu, Gereja Setia, Gereja Pantekosta). Penyerahan ini dilaksanakan tanggal 30 Oktober 2007 dan malamnya sesudah penyerahan Alkitab dilaksanakan pembinaan dan dikskusi selama 3 jam.
Penyerahan Alkitab untuk Seko Tengah dilaksanakan di Jemaat Pongkapahang pada tanggal 1 Nopember 2007 dihadiri 300 lebih anggota jemaat yang dirangkaikan dengan peringatan 42 tahun kembalinya dari pengungsian akibat pemberontakan DI/TII. Selain itu, pagi hari dilaksanakan peringatan ulang tahun yang ke 48 Sukanto Aliwinoto dengan hadiah jagung bakar.
Tanggal 2 Nopember 2007 pagi, rombongan berangkat dari Pongkapahang menuju ke Rante Danga, tetapi juga istirahat minum air di Kariango sambil menikmati jagung rebus yang bagi rombongan sebuah suguhan yang amat nikmat. Sesudah istirahat rombongan melanjutkan perjalanan dan makan siang di Beroppa. Di Beroppa sebagai sebuah perkampungan tertua dan juga gedung gereja yang cukup tua, disambut dengan tarian perang sambil menum. Sesudah itu, santap siang di rumah Proponen Asriadi Dominggu, S.Th dan sesudah itu melanjutkan perjalanan ke Rante Danga.
Penyerahan Alkitab di Seko Lemo dilaksanakan di Jemaat Rante Danga pada tanggal 2 Nopember 2007 dihadiri lebih 100 orang warga gereja dari berbagai denominasi. Sesudah ibadah dan penyerahan Alkitab dilanjutkan pembinaan dan diskusi pada malam hari. Selain itu, pada malam hari se sudah makan malam, masih ada banyak Majelis Gereja dan anggota jemaat datang berdiskusi dengan penulis tentang berbagai hal.
Salah satu hal yang amat berkesan ialah penulis yang selakigus sebagai pembicara dalam pembinaan tidak sempat ganti pakaian, sehingga tampil dengan pakaian penuh lumpur karena jalanan berlumpur sejak dari Pongkapahang hingga Rante Danga. Ganti pakaian dilakukan sesudah pembinaan dan diskusi pada malam hari jam 20.00 lewat.
Tanggal 3 Nopember 2007 rombongan menlanjutkan perjalanan ke Kanan Dede lewat Mabusa dan bermalam di rumah mantan Kepala Desa di Kawalean. Pagi tanggal 4 Nopember 2007 pagi melanjutkan perjalanan ke Kanan Dede. Untuk beberapa Jemaat di Rongkong Sabbang khususnya yang di pegunungan ibadah penyerahan Alkitab dilaksanakan di Jemaat Kanan Dede yang dihadiri hanya lebih sepuluh orang anggota jemaat dan Majelis Gereja. Sesudah penyerahan Alkitab dilanjutkan dengan pembinaan dan diskusi.AngkutanBiaya sekali jalan untuk bagi ojek khusus untuk membayar jemabatan sekitar Rp. 60.000,-. Jembatan pertama di Mongkaluku tarifnya Rp. 10.000,- sekali lewat. Kemudian sejumlah jemabatan lainnya hingga Lodang. Paling tidak ada 5 kali setor dengan biaya bervariasi. Hal ini disebabkan masyarakat sendiri yang berinisiatif membangun dan bertanggungjawab memelihara jembatan tersebut sehingga ojek dapat melaluinya.Jarak Sabbang - Eno (Seko Padang) lewat KTT adalah sekitar 75 km. Ruas jalan yang paling parah adalah antara Lodang - Eno, secara khusus pada saat 1 km meninggalkan Lodang dengan jarak sekitar 2 km jalan berlumpur dan kadang kala motor harus diangkat 4 orang ditengah lumpur. Biaya ojek ke Seko Padang Rp. 700.000,- PP dan kalau musim kemarau Rp. 500.000,-. Sedangkan yang ke Seko Tengah Rp. 1.000.000,- PP.Masyarakat pada umumnya memakai kuda untuk angkuta barang dan juga ojek. Kalau naik kuda maka Seko - Sabbang ditempuh dalam waktu 3 hari 2 malam. Jadi tidak heran kalau kita menemukan dci tengah hutan ada kerangka untuk pasang tenda. Ini memang sudah lumrah dimana orang membawah tenda lengkap dengan belanga dan bekal makanan yang akan dimasak kalau sudah malam. Jadi memasang tenda di beberapa tempat kalau sudah malam itu sudah hal biasa.Dari seko membawah kopi atau beras. Kalau kembali akan membawah berbagai kebutuhan seperti garam, minjak tanah, kehutuhan dapur hingga antena parabola atau peralatan elektronik lainnya.Selain itu, beberapa tahun yang lalu ada penerbangan setiap hari kamis dan Selasa dengan kapasitas 20 orang dari Sabbang ke Seko Padang dengan biaya Rp. 110.000,- dan ditempuh dalam 20 menit. Tetapi sekarang sudah tidak ada karena ada inspeksi dan peangguhan terbang bagi pesawat yang sudah tua.
Jalanan koboySebenarnya jalanan ke Seko lewat jalan rintisan PT KTT sebuah HPH yang pernah beroperasi menjarah huran di daerah ini tidak layak untuk dikatakan jalan. Persoalannya harus melewati sungai, jembatan laba-laba dengan satu papan dengan panjang bentangan 30 meter, lorong hutan dengan jalur ban motor 60 cm, tanjakan yang tidak dapat didaki oleh motor yang memakai gir standar (walaupun baru keluar dari dealer), batu-batu kerikil yang tajan dan besar.Jadi setiap tukang ojek perlu memiliki keterampilan memperbaiki motor, nyali untuk berhadapan dengan maut karena banyaknya jurang, kemampuan untuk mendaki gunung dan berjalan di jalur tikus - bahkan terkadang harus mencari “jalan sendiri” karena jalur yang ada rusak.Begitu juga penumpangnya perlu memeriksakan jantungnya, kalau ada gangguan jantung jangan naik ojek lewat PT KTT, penakut, tidak siap mental, dan juga siap untuk membantu mendorong atau mengangkat motor. Belum lagi soal jurang yang mengangah lebar hanya hitungan puluhan centimeter dari jalur ban motor (ojek).Pengembangan masyarakat:Salah satu pokok penting dalam kunjungan kali ini adalah komitmen untuk bersama-sama memikirkan soal pendampingan dalam rangka pengembangan masyarakat di Seko. Sejak Agustus 2007 - Juni 2008 Yuliana Bittoen, mahasiswa praktik implementasi lapangan mengenai berbagai ilmu yang sudah dipraktikkan di kampus dari Studi Alkitab Pengembangan Pedesaan Indonesia (SAPPI) yang membantu pelayanan secara khusus dalam soal keterampilan kehidupan di desa. Model pelayanan dalam rangka pengembangan ini akan ditindak lanjuti dan ditingkatkan ke depan. Hal ini masih memerlukan percakapan lebih jauh, termasuk dalam menyiapkan tenaga terampil. Sudah ada 3 (tiga) pemuda Seko yang dikirim untuk studi pengembangan masyarakat dengan beasiswa penuh. Juga ada 8 orang yang dikirim studi untuk pelayanan anak. Hal ini memang amat kecil, tetapi kalau semua pihak mengambil peran sesuai kemampuannya untuk membantu saudara kita di Seko untuk membuka dan membaca Alkitab dan kita kehidupan, maka sebuah keyakinan satu waktu saudara kita di Seko akan dapat berdiri sendiri sejajar dengan masyarakat lainnya, bahkan akan menjadi contoh.
Perjalanan ketiga
Perjalanan ketiga ke Seko pada tanggal 10 - 23 Desember 2007. Dalam kunjungan ketiga ini, hanya seorang diri, tidak ada teman. Kali ini dalam rangka pembinaan yang dikatikan dengan Kamp Natal se Klasis Seko Padang yang berlangsung di jemaat Singkalong (sekitar 7 km arat Utara Timur Laut dari Eno - ibu kota kecamatan Seko).
Tujuan utama dalam kunjungan ketiga adalah dalam rangka pembinaan dan juga membicarakan dengan jemaat-jemaat se Klasis Seko Padang soal bangaimana membangun pelayanan pengembangan ekonomi jemaat. Hal yang sudah dikerjakan selama ini lewat Lembaga Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat Sangayoka (LEPPMAS Sangayoka) yang diprakarsai oleh Aleksander Mangoting dan Lembaga pelayanan yang ada di Jawa adalah penempatan satu tenaga motivator dan juga mengiriman tiga anak Seko untuk studi di Ciranjang, Jawa Barat. Tenaga motivator dari Studi Alkitab Pengembangan Pedesaan Indonesia (SAPPI) dari Ciranjang, Jawa Barat yaitu Yuliana Bittoen, memulai pelayanannya sejak Juli 2007 dan akan berakhir Juni 2008.
Program yang sudah berjalan selama ini yaitu pelatihan membuat tempe, pembuatan kebun sayur-mayur, pembuatan beberapa jenis kue, pembinaan dalam bentuk Kelompok Tumbuh Bersama (KTB), mengajar di SMA Negeri I Seko tentang perkebunan dan beberapa pengetahuan pratis lainnya bagi semua anak SMA, pembinaan kesehatan lingkungan, dan beberapa pembinaan dan pelatihan yang kesemuanya dalam rangka pengembangan ekonomi jemaat.
Dalam perjalanan kali ini berkesempatan mengunjungi jemaat Eno, Bone, Lisu Padang, Lengkong, Pantoroang, Singkalong, dan Lore. Dalam setiap kunjungan ke jemaat juga berkesempatan mengunjungi beberapa keluarga baik Majelis Gereja maupun anggota sebagai kunjungan pastoral dan juga untuk dapatkan berbagai informasi sekitar kehidupan dan pelayanan yang dilakukan selama ini.
Tidak makan siang
Dalam perjalan pulang dari Seko lewat jalur PT KTT, sesudah bermalam di Mongkaluku, maka perlajanan ke arah Sabbang motor mengalami kerusakan di km 25, maka penulis berjalan kaki ke km 13 (dimana ada warung makan) tetapi karena pemilik warung makan kembali ke kampungnya di Bugis untuk lebaran bersama keluarga maka siang itu tidak dapat makan siang. Nanti sesudah tiba di Toraja jam 18.00 baru dapat makan siang bersamaan makan malam.
PotensiDengan melihat kondisi didaerah Seko sebenarnya daerah tersebut memiliki potensi untuk bisa meningkatkan taraf hidup anggota masyarakat. Hal ini didasari pada lahan yang subur, ada komoditi khas yakni kopi arabika, kakao, dan padi selain keterampilan pembuatan tikar Seko dan tempat nasi dari anyaman (Kapipe). Hal ini menjadi kekuatan untuk dipasarkan selain potensi dan kekuatan sumber daya manusia yang tersebar diluar Seko maupun didalam Seko yang terus menerus membenahi diri dan berkemauan untuk membangun tanah leluhur.
Pembinaan/diskusi:Dalam perjalanan kedua, penulis diberi kesempatan untuk memberikan pembinaan dan diskusi yaitu di Jemaat Pongkapahang, Jemaat Eno, SMA I Eno, Klasis Seko Padang, Seko Lemo dan Klasis Rongkong Sabbang di Kanandede. Dalam perjalanan ketiga, pembinaan di Jemaat Lore pada malam hari hingga jam 23.00 lewat, pembinaan dalam Kamp. Natal se Klasis Seko Padang disamping sejumlah diskusi di rumah-rumah anggota jemaat yang dikunjungi.
Dalam pembinaan dan diskusi selama perjalanan kedua dan ketiga ke Seko, maka terungkaplah beberapa hal yang menjadi pokok diskusi yaitu:➡ Perlu para pelayanan (Pendeta dan Proponen) meningatkan perkunjungan kepada warga jemaat, pembinaan dalam bentuk diskusi soal penataan pelayanan dan juga penataan kehidupan keseharian segenap warga jemaat, juga dalam kaitannya dengan kehidupan bersama dengan anggota masyarakat.
➡ Perlu penataan pelayanan yang lebih baik, khususnya dalam soal pembinaan organisasi dan data warga jemaat.
➡ Perlu membangun jaringan kerja baik dalam soal pelayanan maupun dalam soal pengembangan kehidupan (pengembangan kehidupan warga masyarakat) secara keselutuhan. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah perubahan pola berpikir dari sikap menunggu ke sikap proaktif dalam konteks keterbukaan.
➡ Masalah kehidupan generasi muda yang mengarah ke konsumerisme, kurangnya kerja keras.
➡ Sistem kehidupan yang kurang bersyukur kepada Tuhan atas karunia yang Tuhan berikan.
➡ Perlu perubahan pola pikir masyarakat di dalam membangun rasa tanggungjawab dan tidak bermental selalu mengharap bantuan.
➡ Program kerja untuk tingkat Jemaat yang belum memadai masih perlu pembinaan dan pendampingan secara intensif.
➡ Perlu membangun kebersamaan di Seko (segenap masyarakat Seko yaitu Seko Padang, Seko Tengah dan Seko Lemo).
➡ Perlu penataan pelayanan yang lebih baik ke depan sehingga pelayanan yang dilaksanakan dapat dirasakan oleh segenap warga jemaat.
➡ Kalau melihat kondisi kehidupan ekonomi warga jemaat maka ke depan diperlukan sebuah sistem pengembangan kehidupan ekonomi jemaat dan warga masyarakat secara keseluruhan.
➡ Dibutuhkan pelatihan, pendampingan di dalam rangka pengembangan masyarakat.
➡ Perlu keterbukaan dan kerjasama di dalam melaksanakan program kerja baik ditengah-tengah jemaat maupun ditengah masyarakat.
Bimbinglah: membuka Alkitab dan Kitab Kehidupan
Sepenggal refleksi
Hal yang paling diperlukan oleh saudara-saudara kita di Seko adalah membimbing mereka membuka Alkitab dan kitab kehidupan. Itulah hal yang penulis ucapkan dalam sebuah percakapan lewat telepon dengan Drs. Jakobus Kamarlo Mayong Padang dan Edward Tanari, M.Si beberapa waktu lalu ketika menanyakan apa yang paling penting bagi saudara-saudara kita yang ada di daerah Seko, kabupaten Luwu Utara.
Memang sebelum penulis mengunjungi Seko, maka dalam bayangan pemikiran bahwa Seko itu, maaf “sangat miskin” tetapi sesudah mengunjunginya maka negeri ini adalah sebuah negeri kaya yang belum diolah dan ditata secara baik. Potensi Seko memang luar biasa, tetapi kalau tidak dikelola secara baik akan menjadi bencana yang luar biasa pula. Jadi terserah bagi masyarakat Seko (dan mungkin juga bagi orang yang peduli Seko) sekarang mau berbuat apa untuk Seko.
Hal yang perlu dilakukan
Kalau melihat kondisi dan potensi di Seko, maka hal yang paling penting dilakukan adalah penataan pelayanan secara keseluruhan dan pendampingan (pelayanan secara holistik). Kalau kita hanya mau menekankan tentang pelayanan mimbar, maka pelayanan yang dilaksanakan di Seko gagal. Juga dibutuhkan pelayanan yang inovatif dan kreatif. Kalau seorang pelayanan hanya memikirkan soal jadwal kotbah, sakramen maka janganlah mengharapkan ada perubahan. Juga lembaga Gereja perlu berpikir lebih luas, jangan hanya berpikir soal peyalanan mimbar, rapat, Sidang, target, dan berbagai hal yang selama ini sebagai urusan utama dalam pelayanan.
Dibutuhkan pola pikir yang lebih menekankan soal kerja keras dalam pengertian kerja keras membangun jaringan kerja, terbuka, proaktif, dan membangun rasa tanggungjawab terhadap segalam program yang dilaksanakan.
Supaya generasi mendatang tidak menangisi generasi sekarang orang Seko, maka generasi sekarang perlu memikirkan dan bertindak guna menyelamatkan seluruh alam ciptaan untuk kita wariskan kepada generasi mendatang.
Jangan harapkan orang lain
Kepada segenap sesamaku orang Seko, janganlah mengharapkan orang luar datang mau membangun Seko, orang luar hanya pada posisi sebagai motivator, tetapi yang paling menentukan, utama dan pelaku utama pembangunan serta pemilik Seko adalah orang Seko sendiri.
Ayo.... siapa lagi yang akan membangun Seko kalau bukan orang Seko sendiri !!!. Kapan lagi kalau bukan sekarang !!! Marilah bergandengan tangan membangun Seko !!!.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar